PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk Rombak Susunan Direksi & Komisaris
PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk (PJAA) merombak direksi dan komisaris. Gubernur DKI Jakarta periode 1997-2007 Letnan Jenderal Purnawirawan Sutiyoso resmi diangkat sebagai […]
Tapering off artinya mengurangi stimulus moneter yang dikeluarkan bank sentral saat perekonomian sedang terancam dan membutuhkan banyak suntikan likuiditas. Likuiditas bisa diberikan dengan memangkas suku bunga acuan bank ke level yang sangat rendah hingga nol persen. Hal ini dibutuhkan untuk mendorong pelaku usaha mengajukan kredit, sehingga uang tetap beredar di masyarakat.
Selain itu, likuiditas juga bisa diberikan dalam bentuk pembelian surat utang negara. Pembelian dilakukan demi memastikan pemerintah memiliki likuiditas yang cukup untuk menangani ketidakpastian ekonomi.
Ekonom Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan penarikan stimulus yang dilakukan The Fed menyebabkan kepanikan atau yang dikenal dengan taper tantrum. Hal ini terjadi pada 2013 lalu.
Saat itu, Morgan Stanley mengelompokkan lima negara dalam kelompok The Fragile Five atau lima ekonomi rentan karena ketergantungan terhadap dana asing tinggi. Salah satunya adalah Indonesia.
Salah satu dampak yang paling terasa dari tapering off adalah pelemahan nilai tukar rupiah. Pasalnya, investor global memburu dolar AS selama The Fed melakukan tapering off.
Pada 2013 lalu, rupiah bahkan sempat anjlok dari Rp10 ribu per dolar AS menjadi Rp14.600 per dolar AS.
Tak hanya itu, tapering off juga akan berdampak ke sektor riil dan masyarakat langsung. Salah satu yang paling nyata adalah kenaikan harga barang atau inflasi.
Inflasi biasanya dipicu oleh pelemahan rupiah. Saat dolar AS menguat, maka harga bahan baku dan penolong yang berasal dari impor berpotensi naik sehingga harga jual dari produsen juga meningkat.
Bhima menyebut salah satu sektor yang akan berdampak adalah properti. Sebab, beberapa bahan pembangunan rumah kerap adalah barang impor, sehingga harga rumah berpotensi melonjak.
Selain itu, pelaku usaha juga akan merasakan dampaknya dari segi permodalan. Mereka akan membutuhkan modal usaha semakin banyak karena harga barang naik.
Bukan cuma itu, bunga pinjaman dari bank juga akan meningkat. Hal tersebut karena The Fed mengerek suku bunga acuan ketika melakukan tapering off.
Untuk itu, Bhima menyarankan BI mengantisipasi dampak tapering off dari jauh-jauh hari. Menurutnya, BI harus mendorong ekspor, menaikkan cadangan devisa, dan menggenjot investasi langsung untuk mempersempit dampak tapering off kali ini.
Ekonom Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan penarikan stimulus yang dilakukan The Fed menyebabkan kepanikan atau yang dikenal dengan taper tantrum. Hal ini terjadi pada 2013 lalu.
PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk (PJAA) merombak direksi dan komisaris. Gubernur DKI Jakarta periode 1997-2007 Letnan Jenderal Purnawirawan Sutiyoso resmi diangkat sebagai […]
Wall street hari ini menghijau seiring pelaku pasar menghidupkan kembali reli pasar baru-baru ini yang melambat awal pekan ini. Pada penutupan […]
Bitcoin dan Ethereum Hari Ini, Check it out! Harga Bitcoin dan kripto teratas lainnya terpantau alami pergerakan yang beragam pada perdagangan […]
The Fed Kerek Suku Bunga Lagi? Bank sentral Amerika Serikat (AS) merilis notula rapat kebijakan moneter edisi Juli saat menaikkan […]
CEO Terraform Labs Do Kwon akhirnya telah mengakui dirinya salah. Namun Kwon mengatakan dia tidak berbicara dengan penyelidik Korea Selatan. […]
Wall street melemah pada perdagangan Rabu, 17 Agustus 2022. Reli yang telah mendorong harga lebih tinggi sejak Juni tampak kehilangan tenaga. […]
© 2020 Trader Harian. 3th Floor, WTC 3, Jl. Jend. Sudirman, Kav 29-31, Jakarta, Indonesia 12920.