Pemulihan Ekonomi Indonesia Berlanjut, Begini Kata Bos OJK
Pemulihan ekonomi Indonesia akan terus berlanjut, begini kata bos OJK Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar mengungkapkan […]
Nilai tukar yen Jepang jeblok lagi melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa, dan berlanjut lagi hari ini hingga menyentuh level terendah dalam 24 tahun terakhir. Yen menjadi salah satu mata uang yang paling terpuruk di tahun ini.
Pada perdagangan Rabu (14/9/2022) pagi, yen menyentuh JPY 144.95/US$, melemah 0,28% di pasar spot, melansir data Refinitiv, dan berada di level terlemah sejak September 1998.
Kemarin yen jeblok hingga 1,2% dan sepanjang tahun ini pelemahnya sekitar 25%. Sementara melawan rupiah, yen merosot hingga 16% ke kisaran Rp 103/JPY.
Meski nilai tukar yen jeblok, tetapi bank sentral Jepang (Bank of Japan/BoJ) diperkirakan belum akan merubah kebijakannya.
Kurs yen yang merosot tajam bisa menguntungkan bagi perekonomian Jepang, ekspor bisa melonjak signifikan. Tetapi di sisi lain, inflasi berisiko melesat tinggi yang bisa menjadi masalah serius, apalagi jika sampai mendarah daging.
BoJ kini menjadi satu-satunya bank sentral utama yang belum mengetatkan kebijakan moneternya. Sebelumnya ada bank sentral Eropa (European Central Bank/ECB) yang masih alam menahan suku bunganya, tetapi kini sudah berubah menjadi agresif.
“BoJ tidak secara langsung menargetkan mata yang dalam kebijakan moneternya. Pergerakan yen dilihat dari dampaknya ke perekonomian dan inflasi,” kata salah satu sumber terkait yang dikutip Reuters, Selasa (13/9/2022).
BoJ masih mempertahankan suku bunga sebesar minus (-) 0,1%, dan yield curve control (YCC), di mana obligasi tenor 10 tahun imbal hasilnya dijaga dekat 0%.
Dengan kebijakan YCC, ketika imbal hasil obligasi tenor 10 tahun menjauhi 0%, maka BoJ akan melakukan pembelian. Artinya, “menyuntikkan” likuiditas ke perekonomian.
“Kondisi ekonomi saat ini tidak menjustifikasi perubahan kebijakan ultra longgar,” tambah sumber tersebut.
Berbeda dengan BoJ, bank sentral AS (The Fed) sangat agresif dalam menaikkan suku bunga. Bahkan setelah rilis data inflasi Selasa kemarin, The Fed diperkirakan bisa menaikkan suku bunga 100 basis poin pekan depan.
Hal ini terlihat dari perangkat FedWatch milik CME Group, di mana pasar melihat probabilitas sebesar 67% The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin, dan probabilitas sebesar 33% untuk kenaikan 100 basis poin.
Baca juga: Kurs Dolar AS Anjlok, Ini Penyebabnya
Pemulihan ekonomi Indonesia akan terus berlanjut, begini kata bos OJK Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar mengungkapkan […]
Bitcoin dan crypto hari ini terpantau alami pergerakan yang beragam. Mayoritas crypto jajaran teratas terpantau kembali berada di zona merah. […]
PT Hassana Boga Sejahtera Tbk (NAYZ) meresmikan pencatatan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI). Perusahaan yang bergerak di bidang industri […]
Apa itu book building? Istiliah book building merujuk pada periode penawaran awal dari sebuah saham dari calon emiten yang go […]
Waspada kejahatan di metaverse! Salah satu masalah utama dengan platform metaverse adalah privasi. Orang mungkin mengungkapkan data yang lebih sensitif dan […]
BRI Buyback Saham Rp1,5 Triliun PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk berencana untuk melakukan pembelian kembali saham (buyback) senilai Rp […]
© 2020 Trader Harian. 3th Floor, WTC 3, Jl. Jend. Sudirman, Kav 29-31, Jakarta, Indonesia 12920.