Dolar AS Naik Terus, Rupiah Terkoreksi Tajam!

Kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terkoreksi tajam hingga di pertengahan perdagangan Senin (13/6/2022). Bahkan, rupiah menjadi mata uang di Asia dengan pelemahan terbesar hari ini.

Melansir Refinitiv, rupiah di sesi awal perdagangan melemah tajam 0,34% ke Rp 14.600/US$. Kemudian, rupiah melanjutkan koreksinya lebih dalam sebanyak 0,76% ke Rp 14.660/US$ dan stagnan hingga pukul 11:00 WIB.

Pada Mei 2022, inflasi Negeri Paman Sam tercatat 8,6% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy). Ini adalah rekor tertinggi sejak 1981. Hal tersebut juga mendorong imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS naik.

Yield obligasi tenor 10 tahun sempat menyentuh 3,2% di perdagangan pagi hari ini, setelah naik hampir 12 basis poin pada Jumat (10/6) setelah rilis inflasi AS yang melebihi ekspektasi pasar, sehingga meningkatkan potensi bahwa bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) akan kembali bertindak lebih agresif.

Naiknya yield obligasi membuat pasar obligasi AS menjadi lebih menarik dan permintaan akan dolar AS nya pun akan bertambah.

Tidak heran, pukul 11:00 WIB, indeks dolar AS bergerak menguat 0,31% terhadap 6 mata uang dunia lainnya dan berada di posisi 104,472. Dolar AS kembali melanjutkan penguatannya dari pekan lalu dan berada dekat dengan rekor tertingginya selama dua dekade di titik 105 pada awal Mei lalu.

Baca juga: Rupiah Menguat Cukup Tajam Melawan Dolar AS

Jika dibandingkan dengan mata uang Asia lainnya, mayoritas mata uang Asia terkoreksi terhadap si greenback. Bahkan, pelemahan rupiah menjadi yang terbesar.

Pekan ini, investor global akan disibukkan dengan rilis data ekonomi penting, di antaranya rilis Indeks Harga Produsen (Producer Price Index/PPI) per Mei, penjualan rumah AS per Mei, keputusan The Fed terhadap suku bunga acuannya dan proyeksi arah ekonomi.

Tidak hanya itu, ketua The Fed Jerome Powell juga dijadwalkan akan memberikan pernyataan pada Jumat (17/6) malam hari waktu Indonesia.

Beberapa analis menilai bahwa pernyataan Powell akan menjadi sinyal utama untuk panduan kebijakan moneter pada September mendatang.

“Menurut saya, kuncinya adalah apa yang Powell bicarakan dalam konferensi tersebut dan apakah dia memberikan sesuatu yang terdengar seperti panduan tegas untuk September. Jika dia melakukannya, dia hanya akan melakukannya jika dia ingin hawkish dan jika tidak maka orang melihatnya sebagai dovish,” tutur Kepala Perencana Makro Wells Fargo Michael Schumacher dikutip dari CNBC International.

 

Sumber

Baca juga: IHSG Terkoreksi, Namun Sentimen Masih Positif Mendorong Naik

Tags: