Krisis Perbankan AS jadi Sentimen Positif untuk Kripto
Krisis Perbankan AS jadi Sentimen Positif untuk Kripto? Kenaikan harga kripto banyak dipengaruhi oleh krisis perbankan yang tengah terjadi di […]
Rupiah Melemah 3 Bulan Berturut-turut?
Nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa (31/5). Rupiah pun membukukan depresiasi sepanjang bulan lalu.
Kemarin, $ 1 setara dengan Rp 14.580 kala penutupan perdagangan pasar spot. Rupiah melemah 0,16% dibandingkan sehari sebelumnya.
Sepanjang Mei, rupiah mencatatkan pelemahan 0,59% secara point-to-point. Mata uang Tanah Air sudah melemah selama tiga bulan beruntun.
Pada pertengahan Mei, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) menyentuh 104,851, tertinggi sejak 2002 atau 20 tahun lalu.
Normalisasi kebijakan moneter bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) yang agresif menjadi ‘obat kuat’ bagi mata uang Negeri Adikuasa. Teranyar, pejabat The Fed menyebut pasar mesti bersiap dengan kenaikan suku bunga 50 basis poin (bps) di setiap rapat Komite Pengambil Kebijakan (Federal Open Market Committee/FOMC).
Christopher Waller, Anggota Dewan Gubernur The Fed, menyatakan pihaknya akan all out dalam meredam inflasi. Saat ini inflasi di Negeri Paman Sam berada di atas 8%, jauh di atas target The Fed yaitu 2%.
“Saya merekomendasikan kenaikan 50 bps setiap kali rapat sampai kita melihat inflasi turun signifikan. Sampai kita berada di titik itu, saya melihat kita tidak boleh berhenti,” tegas Waller dalam pidato di cara Institute for Monetary and Financial Stability di Frankfurt (Jerman), seperti dikutip dari Reuters.
Gedung Putih juga sudah memberikan restu. Presiden Joseph ‘Joe’ Biden menyatakan menghormati penuh independensi The Fed dalam upaya pengendalian inflasi.
“Bapak Presiden menggarisbawahi bahwa beliau menghormati independensi The Fed,” kata Brian Deese, Direktur Dewan Ekonomi Nasional AS, seperti dikutip dari Reuters.
Deese menyebut kenaikan suku bunga acuan memang dibutuhkan untuk meredam ekspektasi inflasi. Suku bunga memang sudah saatnya untuk kembali normal, demi menurunkan tekanan kenaikan harga. Meski pada prosesnya membuat pertumbuhan ekonomi melambat.
“Kita sudah berada di posisi yang kuat dibandingkan negara-negara lain. Namun ini adalah ibarat lari maraton, kita harus terus bergerak dan beralih ke pertumbuhan ekonomi yang stabil dan berkelanjutan,” imbuhnya.
Kini, pasar memperkirakan suku bunga acuan Federal Funds Rate akan berada di 2,75-3% pada akhir 2022. Mengutip CME FedWatch, kemungkinannya mencapai 56,8%.
Kenaikan suku bunga acuan, apalagi secara agresif, akan membuat imbalan investasi di aset berbasis dolar AS ikut terangkat. Akibatnya, arus modal masih berkerumun di Negeri Stars and Stripes sehingga membuat mata uang lain melemah, termasuk rupiah.
Baca juga: Ini Alasan Bitcoin Mengalami Harga yang Kurang Baik
Krisis Perbankan AS jadi Sentimen Positif untuk Kripto? Kenaikan harga kripto banyak dipengaruhi oleh krisis perbankan yang tengah terjadi di […]
Berita forex hari ini Dolar kembali menguat pada hari Selasa (21/03), namun masih berada di dekat level terendah lima minggu. […]
Harga Solana (SOL) hari ini pimpin penguatan nih! Bitcoin dan kripto teratas lainnya terpantau alami pergerakan yang beragam pada perdagangan Selasa, […]
Ekonomi Indonesia pada 2023-2024 diyakini masih tumbuh tinggi, meskipun situasi global dipenuhi ketidakpastian. Khusus untuk 2023, akan bisa menembus pertumbuhan […]
Bitcoin to the moon lagi nih? Harga Bitcoin dan kripto teratas lainnya Senin pagi ini terpantau alami pergerakan harga yang […]
UBS Group AG mencari jaminan pemerintah sekitar USD 6 miliar atau setara dengan Rp 92,18 triliun (asumsi kurs Rp 15.364 […]
© 2020 Trader Harian. 3th Floor, WTC 3, Jl. Jend. Sudirman, Kav 29-31, Jakarta, Indonesia 12920.