China Geser Posisi Amerika di Asia Tenggara
China Geser Amerika dari Asia Tenggara? Dalam lima tahun terakhir, pengaruh Amerika Serikat (AS) di Asia Tenggara mulai luntur, sementara […]
Rupiah berhasil mengalami penguatan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada hari Senin (22/5/2023), dan kembali turun di bawah angka Rp 14.900/US$. Ini merupakan kenaikan nilai pertama dalam enam hari perdagangan terakhir. Menurut data dari Refinitiv, Rupiah berhasil menguat sebesar 0,23% menjadi Rp 14.885/US$ di pasar spot.
Penguatan tersebut dipicu oleh pernyataan Ketua bank sentral AS (The Fed), Jerome Powell, yang diucapkan pada Jumat pekan sebelumnya. Powell berbicara dalam konferensi moneter di Washington dan menyatakan bahwa suku bunga tidak akan sebesar yang diprediksi oleh pasar.
“Pengaturan kebijakan keuangan yang stabil membantu menenangkan situasi di sektor perbankan. Di sisi lain, perkembangan sektor perbankan berperan dalam menciptakan kondisi kredit yang lebih ketat, yang berpotensi membebani pertumbuhan ekonomi, perekrutan tenaga kerja, dan inflasi,” ujar Powell seperti yang dilansir oleh CNBC International pada Jumat (19/5/2023).
“Hasilnya, suku bunga kemungkinan tidak perlu naik setinggi yang seharusnya dilakukan untuk mencapai target kami,” tambah Powell.
Namun demikian, Powell menekankan bahwa langkah-langkah ke depan masih dihadapkan pada ketidakpastian. Indeks dolar AS, yang sebelumnya sangat kuat, mengalami penurunan sebesar 0,37% pada Jumat lalu. Kemudian terus menurun sebesar 0,13% pada perdagangan Senin (22/5/2023).
Saat ini, pasar melihat kemungkinan kenaikan suku bunga pada bulan depan hanya sebesar 10%, yang menurun dari sebelumnya yang sempat mencapai 30%, menurut data dari FedWatch yang dimiliki oleh CME Group. Probabilitas kenaikan suku bunga tersebut mengalami volatilitas belakangan ini akibat rilis data tenaga kerja yang masih kuat, sementara inflasi menunjukkan tren penurunan.
Powell juga mengungkapkan keprihatinannya terhadap masalah inflasi pada pekan sebelumnya. Menurutnya, tingkat inflasi masih terlalu tinggi. Kegagalan untuk menurunkannya dengan cepat dapat menyebabkan penderitaan yang berkelanjutan bagi masyarakat Amerika Serikat.
“Kami percaya bahwa gagal menurunkan tingkat inflasi tidak hanya akan menyebabkan penderitaan yang berkepanjangan. Tetapi juga meningkatkan beban sosial untuk mencapai stabilitas harga, dengan dampak yang lebih besar bagi rumah tangga dan bisnis,” ujar Powell.
Ia menyatakan bahwa The Fed bertujuan untuk mencegah hal tersebut dan terus berupaya mencapai target inflasi sebesar 2%.
Baca juga: Bitcoin Naik Setelah Pidato Jerome Powell, Pasar Keuangan Pulih
China Geser Amerika dari Asia Tenggara? Dalam lima tahun terakhir, pengaruh Amerika Serikat (AS) di Asia Tenggara mulai luntur, sementara […]
Nilai tukar rupiah di pasar spot melemah kembali sebesar 0,13% menjadi Rp15.000/US$ pada perdagangan hari ini, Rabu (31/5/2023). Pelemahan ini […]
Harga bitcoin (BTC) turun di bawah $28.000 selama sesi jam perdagangan AS pada hari Selasa (30/05). Akan tetapi, harga bitcoin […]
Apa itu Filecoin? Filecoin adalah jaringan peer-to-peer yang menyimpan file, menawarkan insentif ekonomi dan kriptografi bawaan untuk memastikan file disimpan dengan […]
Turis asing yang menggunakan kripto sebagai alat pembayaran di Bali akan “ditindak tegas,” otoritas setempat telah memperingatkan. Berbicara pada konferensi […]
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) tidak pernah mengalami penguatan selama sebulan terakhir. Hal ini disebabkan oleh debt […]
© 2020 Trader Harian. 3th Floor, WTC 3, Jl. Jend. Sudirman, Kav 29-31, Jakarta, Indonesia 12920.