Krisis Perbankan AS jadi Sentimen Positif untuk Kripto?

Kenaikan harga kripto banyak dipengaruhi oleh krisis perbankan yang tengah terjadi di Amerika Serikat dan Eropa. Sebelumnya harga Bitcoin (BTC) sempat melampaui USD 28.000 atau setara Rp 429,6 juta, yang merupakan harga tertinggi selama sembilan bulan terakhir.

Melansir Liputan6.com, Public Relations Tokocrypto, Bianda Ludwianto mengatakan runtuhnya bank merupakan sentimen positif untuk aset kripto, terutama Bitcoin. BTC dikembangkan dengan tujuan sebagai layanan peer-to-peer transaksi dan lahir dari ketidakpercayaan Satoshi Nakamoto terhadap krisis bank-bank pada 2009.

“Krisis terhadap bank-bank besar bisa menimbulkan efek domino ke market kripo, baik itu positif maupun negatif. Hal positif adalah tingginya ketidakpercayaan masyarakat terhadap bank akan menguntungkan aset kripto sebagai tempat penyimpanan aset mereka. Ini akan meningkatkan akumulasi dan pembelian aset yang mendorong market kripto reli,” kata Bianda kepada Liputan6.com, Selasa (21/3/2023).

Baca juga: Berita Forex Hari Ini: Krisis Perbankan Mereda, Dolar Merana

Kemudian Bianda menambahkan, bercermin dari kasus krisis bank AS saat ini, di mana The Fed dan otoritas lembaga keuangan AS lainnya mengeluarkan dana talangan, dapat menstimulasi pasar kripto.

“Dana talangan yang diberikan memicu kekhawatiran bahwa The Fed akan mencetak duit baru untuk mendanai bailout perbankan, yang pada gilirannya akan menurunkan nilai mata uang terutama dolar AS dan menaikan market kripto,” jelas Bianda.

Krisis Perbankan Memicu Hiperinflasi

Selanjutnya Bianda menjelaskan, krisis perbankan AS akan juga akan memicu skenario hiperinflasi. Apabila suku bunga mengalami penguatan maka aset-aset berisiko akan mengalami pelemahan.

Begitu juga sebaliknya. Dengan pelemahan suku bunga acuan, maka para investor akan mencoba untuk mengalihkan sebagian aset nya ke aset lebih beresiko atau banyak trader yang menunggu suku bunga acuan bank mulai menurun.

“Sisi negatifnya, perlu diingat bahwa saat ini banyak perusahaan pencetak stablecoin menyimpan reserve USD/fiat mereka di bank. Itu artinya jika bank yang digunakan oleh perusahaan stablecoin collapse. Maka akan memberikan sentimen negatif, seperti yang terjadi pada stablecoin USDC,” pungkas Bianda.

Sumber

Baca juga: Melihat Kondisi Investasi Sektor Perbankan Indonesia