Amerika Serikat (AS) saat ini menghadapi risiko kebangkrutan atau gagal bayar (default) karena belum ada keputusan apakah batas utang pemerintah AS akan dinaikkan atau tidak, dan waktu yang tersisa hanya beberapa hari. Situasi ini menarik perhatian dunia, termasuk Indonesia, meskipun sebenarnya hal ini sering terjadi.

Risiko gagal bayar Amerika Serikat (default), merupakan kondisi di mana pemerintah AS tidak mampu memenuhi kewajiban pembayaran utangnya. Hal ini dapat terjadi jika pemerintah AS tidak dapat membayar bunga atau pokok utangnya sesuai dengan jadwal pembayaran yang telah ditetapkan.

Risiko gagal bayar AS biasanya muncul ketika pemerintah AS mencapai atau mendekati batas utang yang ditetapkan oleh Kongres. Batas utang, yang juga dikenal sebagai debt ceiling, adalah jumlah maksimum yang diizinkan bagi pemerintah AS untuk meminjam guna membiayai pengeluaran dan memenuhi kewajiban keuangan negara.

Dampak dari risiko gagal bayar AS bisa sangat serius dan dapat mempengaruhi pasar keuangan global. Hal ini dapat menimbulkan kekhawatiran investor, menyebabkan volatilitas pasar, dan mempengaruhi nilai tukar mata uang. Selain itu, risiko gagal bayar AS juga dapat merusak kepercayaan terhadap kestabilan keuangan AS dan memicu konsekuensi ekonomi yang lebih luas baik di dalam negeri maupun di seluruh dunia.

Baca juga: Amerika Serikat Terancam Gagal Bayar, Rupiah Apa Kabar?

“Debt Ceiling di AS sering terjadi,” kata Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo dalam konferensi pers, Kamis (25/5/2023).

Perry menjelaskan bahwa fokus pasar saat ini adalah pada poin-poin negosiasi yang akan disetujui. Jika permintaan dari pemerintahan Presiden AS Joe Biden dapat dipenuhi, ini berpotensi mendorong kenaikan US Treasury.

Perry menjelaskan bahwa jika batas utang tinggi, maka jumlah utang juga tinggi, dan hal ini akan berdampak pada kenaikan US Treasury. Hal ini kemungkinan akan mempengaruhi respons dari the Fed. Jika batas utang tinggi, pertumbuhan ekonomi akan tinggi dan tingkat inflasi juga akan tinggi.

Situasinya akan berbeda jika belanja pemerintah dipangkas. Menurut Perry, dalam kondisi tersebut, suku bunga acuan AS kemungkinan akan turun dari posisi saat ini, yaitu 5-5,25%.

Jika terjadi pemotongan belanja, artinya jumlah utang akan lebih rendah dan tingkat pengembalian (yield) juga tidak akan sebesar itu. Selain itu, Federal Funds Rate (FFR) bisa saja tidak hanya tetap (hold), melainkan akan mengalami penurunan.

 

 

Sumber

Baca juga: Kenalan dengan Bloomberg GPT, Simak di Bawah Ini!